Minggu, 14 April 2019

Barong Gajah


Tampilan Barong Gajah ini cukup seram karena memiliki taring yang mencuat. Warna Barong Gajah didominasi abu-abu yang merupakan warna khas hewan tersebut.

Ukurannya pun tidaklah sebesar badan gajah asli. Barong ini sangat langka dan hanya ditemukan di beberapa daerah di Bali. Barong ini juga keramat bagi masyarakat. Hanya dipentaskan saat upacara tertentu dan barong Gajah ini bisa juga di gunakan untuk ngelawang keliling desa barong Gajah biasanya dominan di tarikan oleh dua orang dan barong Gajah juga Barong sakral yang dapat di sungsung oleh masyarakat di bali.

Barong Gajah di iringin dengan gambelan batel jenis gambelan batel sebagai berikut:
2 Buah kendang kerumpung
1 Buah kajar
1 Buah klentong
1 Buah kempur
1 Buah klenang
1 Buah kecek
1 Buah suling kecil





Barong macan 


Sesuai dengan namanya, Barong ini menyerupai seekor macan dan termasuk jenis barong yang terkenal di kalangan masyarakat Bali. Dipentaskannya dengan berkeliling desa (ngelawang) dan adakalanya dilengkapi dengan suatu dramatari semacam Arja serta diiringi dengan gamelan batel.

Jenis gambelan batel yaitu:
2 Buah kendang kerumpung
1 Buah klentong
1 Buah kempur
1 Buah ceng-ceng
1 Buah klenang
1 Buah suling kecil
1 Buah kajar

Kostum Barong macan umumnya menggambarkan seekor macan. Di badannya dihiasi dengan ornamen dari kulit, potongan-potongan kaca cermin, dan juga dilengkapi dengan bulu-bulu yang bercorakan bulu macan. Barong ini dimainkan oleh dua penari (juru saluk/juru bapang): satu penari mengambil posisi di depan memainkan gerak kepala dan kaki depan Barong, sementara penari kedua berada di belakang memainkan kaki belakang dan ekor Barong.

Rabu, 10 April 2019

                 Asal-usul Barong Bangkal



Bangkal artinya babi besar yang berumur tua. Bangkal dianggap sebagai binatang mitos yang mengingatkan cerita kelahiran Bhoma. Ketika Brahma dan Visnu masing-masing menunujukkan kehebatannya, muncul Siva dalam wujud ‘Linga’ kristal ujung atasnya menembus langit dan pangkal bawahnya masuk ke dalam bumi. Brahma mencari ujung atasnya dalam wujud burung layang-layang dan Visnu mencari ujung pangkalnya dengan berubah wujud menjadi seekor babi yang buas. Barong ini biasanya ‘ngelawang’ (datang ke depan rumah-rumah penduduk) untuk menari sebagai pengusir kekuatan jahat dalam rangkaian hari raya Galungan dan Kuningan.   

Oleh sebab itu Barong ini menyerupai seekor Bangkal atau Bangkung, Barong ini biasa juga disebut Barong Celeng atau Barong Bangkung. Umumnya dipentaskan dengan berkeliling Desa (Ngelelawang) oleh dua orang penari pada hari-hari tertentu yang dianggap keramat atau saat terjadinya wabah penyakit menyerang Desa tanpa membawakan sebuah lakon dan diiringi dengan Gamelan Batel atau Tetaburan.

Batel Barong adalah sebuah Barung Alit yang dipakai mengiringi tari Barong Landung atau Barong Bangkal. Dalam banyak hal Barungan ini merupakan pengiring prosesi, karena dimainkan sambil berjalan. Batel Barong dibentuk oleh sejumlah alat musik pukul seperti:


Jumlah Satuan Instrumen
2 Buah kendang kerumpung

1 Buah kajar

1 Buah kempur

1 Buah kleneng
1 Buah klentong

1 ceng-ceng kecek

Agak berbeda dengan barungan gamelan Bali lainnya, Batel Barong tidak mempergunakan instrumen pembawa melodi. Oleh karena itu musik yang ditampilkan cenderung ritmis dan dinamis.


Ngelelawang adalah pertunjukan bersifat wali dan hiburan, umumnya berupa wali Barong, Telek, Barong Kedingkling, Arja, yang bergerak dari pintu ke pintu rumah yang lain, dengan mempunyai tujuan mistik untuk meniadakan kekuatan buruk (Siwagama). Sesuai arti katanya, ngelawang dilakukan secara berpindah-pindah dari satu rumah ke rumah lainnya atau dari satu pintu ke pintu lainnya. Di dalam tarian ini ditampilkan 2 buah Barong Buntut (hanya bagian depan dari barong ket) dan sebuah Punggalan. Barong yang dipergunakan dalam tradisi ngeLawang disini adalah Barong Bangkung (berupa sosok Babi) dan bukan Barong Ket.
Ngelawang memiliki makna melanglang lingkungan. Pada awalnya ngelawang adalah sebuah ritus sakral magis yang disangga oleh psiko-religi yang kuat. Benda-benda keramat seperti Barong dan Rangda, misalnya, diusung ke luar pura berkeliling di lingkungan banjar atau desa yang dimaknai sebagai bentuk perlindungan secar a niskala kepada seluruh masyarakat.
Kehadiran benda-benda yang disucikan itu ditunggu dan disongsong dengan takzim oleh komunitasnya. Penduduk yang dapat memungut bulu-bulu Barong atau Rangda yang tercecer, dengan penuh keyakinan, menjadikannya obat mujarab atau jimat bertuah.
Tradisi ngelawang dalam konteks sakral magis sebagai persembahan penolak bala itu juga bermakna sama pada pentas ngelawang Galungan. Namun dalam perjalanannya, masyarakat Bali yang kreatif tak hanya ngelawang mengusung benda-benda sakral namun dibuat tiruannya untuk disajikan sebagai ngelawang tontonan. Itu merupakan sedikit dari asal muasal dan fungsi dari ngelawang.
Anak-anak di Kabupaten Tabanan, Bali, memiliki kegiatan unik yang mendatangkan uang untuk mengisi libur sekolah mereka. Mereka mengamen, namun dengan menggunakan alat-alat musik tradisional dan sejenis barongsai yang kerap disebut Ngelawang Barong.
Hampir sebagian anak-anak sekolah di Tabanan,Kerambitan , Bali, selama liburan galungan dan kuningan, memanfaatkan hari-harinya untuk mencari tambahan jajan dengan mengamen keliling. Uniknya kegiatan mengamen yang mereka lakukan, tidak menggunakan alat musik gitar, melainkan musik tradisional khas Bali, berupa seperangkat gamelan sederhana,yang terdiri dari kendang,kecek,kempul,serta beberapa perangkat tambahan lain dan barong. Dalam bahasa Bali kegiatan ini disebut Ngelawang Barong.
                  Sejarah Barong Landung



Sejarah dari Barong Landung merupakan perwujudan dari raja Bali yaitu Raja Jaya Pangus yang memperistrikan seorang Putri Cina bernama Kang Cing Wei. Raja Jaya Pangus diwujudkan dalam Barong Landung ditokohkan dengan boneka besar hitam dan giginya ronggoh, sedangkan putri Kang Cing Wei ditokohkan dengan boneka cantik tinggi langsing bermata sipit dan selalu dibuka dengan roman muka seorang Cina. Raja Jaya Pangus yang bertahta di Pejeng yang tidak diketahui di Bali pada jaman paparaton dari dinasti Warmadewa, didampingi oleh seorang Bhagawan yang sakti dan dikenal bernama Empu Siwagana. Perkawinan Raja Jaya Pangus dengan Putri Cina sudah terjadi tetapi Sang Hyang Bhagawanta tidak merestui perkawinan itu. Sri Jaya Pangus dituduh telah melanggar adat yang sangat ditabukan saat itu, dimulai dengan menantang mengawini putri Cina yang bernama Kang Cing Wei itu. Empu Siwagana lalu menghukum Raja Jaya Pangus dengan membuat hujan lebat dan membuat kerajaan menjadi banjir dan membangun. Meskipun perkawinanya tidak direstui oleh Dewa, ia tetap dihargai sebagai seorang Cina itu. Raja Jaya Pangus akhirnya pergi dan membuat kerajaan baru yang diberi nama kerajaan Balingkang. Nama ini merupakan perpaduan dari kata Bali = bali, dan Kang = Cina. Raja kemudian dijuluki oleh rakyatnya sebagai Dalem Balingkang. Sayang, karena lama mereka tidak memiliki, raja pun pergi ke Gunung Batur, memohon kepada dewa di sana agar dianugerahi anak. Namun celakanya, dalam perjalanannya ia bertemu dengan Dewi Danu yang jelita. Ia pun terpikat, kawin, dan melahirkan anak lelaki yang sangat kesohor hingga kini yaitu Maya Danawa.
Sementara itu, Kang Cing Wei menunggu lama pulang pulang, mulai gelisah, Ia siap menerima Gunung Batur. Namun di sana, di tengah-tengah hutan belantara yang menawan, iapun terkejut manakala ditemukan berhasil menjadi milik Dewi Danu. Ketiganya lalu terlibat pertengkaran sengit.
Dewi Danu dengan marah berapi-api menuduh sang raja telah membohongi dirinya dengan mengaku sebelumnya sebagai perjaka. Dengan kekuatan gaibnya, Dalem Balingkang dan Kang Cing Wei dilenyapkan dari muka bumi ini. Oleh rakyat yang mencintainya, kedua suami istri “Dalem Balingkang dan Kang Cing Wei” itu lalu dibuatkan patung yang dikenal dengan nama Stasura dan Bhati Mandul. Patung inilah yang kemudian berkembang menjadi Barong Landung.
Mengenai sejarah tari Barong Landung versi lain, pada jaman dulu di suatu desa terjadi musibah, populasi banyak yang jatuh sakit. Sebagai kepercayaan turun temurun yang menyebabkan banyak jatuh sakit adalah "bocor" dari ratu jahat membentuk raksasa besar dari Nusa Penida bernama Ratu Gde Mecaling. Untuk menanggulangi wabah tersebut timbul akal dari pendeta untuk membuat boneka yang diangkat Ratu Gde Mecaling sebagai pengusir bocor tersebut. Jika Barong Landung ini diterbitkan pada saat ada wabah penyakit atau ada orang berkaul karena telah pulih dari penyakitnya, karena gangguan Ratu Gde Mecaling dari Nusa Penida dapat diusir. Melihat tari Barong Landung sebagai tarian boneka raksasa yang besar, diberi nama Djero Gde dan Djero Luh. Djero Gde digambarkan sebagai manusia raksasa yang sangat seram dan tertawa terbahak-bahak sedangkan Djero Luh adalah sesosok wanita yang bermata sipit besar tetapi sering lucu. Berdasarkan kepercayaan pada sejarah tersebut, Barong Landung tetap hidup dan dipentaskan hingga saat ini. Barong Landung juga dikeramatkan di beberapa pura di Bali salah satunya di Desa Blahbatuh Gianyar karena mendukung kemampuan gaib untuk mengusir malapetaka dari segala musibah penyakit.
Di tempat-tempat lain di Bali ada juga Barong Landung yang lebih lengkap dari yang hanya boleh saja, tetapi ada juga yang memilih peran seperti Mantri, Galuh, Limbur dan sebagainya. Mereka dibeli sebagai anggota dalam pementasan yang membawakan Lakon Arja (terutama didaerah Badung dan Denpasar) dan diiringi dengan gamelan Batel.

Barong Gajah Tampilan Barong Gajah ini cukup seram karena memiliki taring yang mencuat. Warna Barong Gajah didominasi abu-abu yang...