Rabu, 10 April 2019

                  Sejarah Barong Landung



Sejarah dari Barong Landung merupakan perwujudan dari raja Bali yaitu Raja Jaya Pangus yang memperistrikan seorang Putri Cina bernama Kang Cing Wei. Raja Jaya Pangus diwujudkan dalam Barong Landung ditokohkan dengan boneka besar hitam dan giginya ronggoh, sedangkan putri Kang Cing Wei ditokohkan dengan boneka cantik tinggi langsing bermata sipit dan selalu dibuka dengan roman muka seorang Cina. Raja Jaya Pangus yang bertahta di Pejeng yang tidak diketahui di Bali pada jaman paparaton dari dinasti Warmadewa, didampingi oleh seorang Bhagawan yang sakti dan dikenal bernama Empu Siwagana. Perkawinan Raja Jaya Pangus dengan Putri Cina sudah terjadi tetapi Sang Hyang Bhagawanta tidak merestui perkawinan itu. Sri Jaya Pangus dituduh telah melanggar adat yang sangat ditabukan saat itu, dimulai dengan menantang mengawini putri Cina yang bernama Kang Cing Wei itu. Empu Siwagana lalu menghukum Raja Jaya Pangus dengan membuat hujan lebat dan membuat kerajaan menjadi banjir dan membangun. Meskipun perkawinanya tidak direstui oleh Dewa, ia tetap dihargai sebagai seorang Cina itu. Raja Jaya Pangus akhirnya pergi dan membuat kerajaan baru yang diberi nama kerajaan Balingkang. Nama ini merupakan perpaduan dari kata Bali = bali, dan Kang = Cina. Raja kemudian dijuluki oleh rakyatnya sebagai Dalem Balingkang. Sayang, karena lama mereka tidak memiliki, raja pun pergi ke Gunung Batur, memohon kepada dewa di sana agar dianugerahi anak. Namun celakanya, dalam perjalanannya ia bertemu dengan Dewi Danu yang jelita. Ia pun terpikat, kawin, dan melahirkan anak lelaki yang sangat kesohor hingga kini yaitu Maya Danawa.
Sementara itu, Kang Cing Wei menunggu lama pulang pulang, mulai gelisah, Ia siap menerima Gunung Batur. Namun di sana, di tengah-tengah hutan belantara yang menawan, iapun terkejut manakala ditemukan berhasil menjadi milik Dewi Danu. Ketiganya lalu terlibat pertengkaran sengit.
Dewi Danu dengan marah berapi-api menuduh sang raja telah membohongi dirinya dengan mengaku sebelumnya sebagai perjaka. Dengan kekuatan gaibnya, Dalem Balingkang dan Kang Cing Wei dilenyapkan dari muka bumi ini. Oleh rakyat yang mencintainya, kedua suami istri “Dalem Balingkang dan Kang Cing Wei” itu lalu dibuatkan patung yang dikenal dengan nama Stasura dan Bhati Mandul. Patung inilah yang kemudian berkembang menjadi Barong Landung.
Mengenai sejarah tari Barong Landung versi lain, pada jaman dulu di suatu desa terjadi musibah, populasi banyak yang jatuh sakit. Sebagai kepercayaan turun temurun yang menyebabkan banyak jatuh sakit adalah "bocor" dari ratu jahat membentuk raksasa besar dari Nusa Penida bernama Ratu Gde Mecaling. Untuk menanggulangi wabah tersebut timbul akal dari pendeta untuk membuat boneka yang diangkat Ratu Gde Mecaling sebagai pengusir bocor tersebut. Jika Barong Landung ini diterbitkan pada saat ada wabah penyakit atau ada orang berkaul karena telah pulih dari penyakitnya, karena gangguan Ratu Gde Mecaling dari Nusa Penida dapat diusir. Melihat tari Barong Landung sebagai tarian boneka raksasa yang besar, diberi nama Djero Gde dan Djero Luh. Djero Gde digambarkan sebagai manusia raksasa yang sangat seram dan tertawa terbahak-bahak sedangkan Djero Luh adalah sesosok wanita yang bermata sipit besar tetapi sering lucu. Berdasarkan kepercayaan pada sejarah tersebut, Barong Landung tetap hidup dan dipentaskan hingga saat ini. Barong Landung juga dikeramatkan di beberapa pura di Bali salah satunya di Desa Blahbatuh Gianyar karena mendukung kemampuan gaib untuk mengusir malapetaka dari segala musibah penyakit.
Di tempat-tempat lain di Bali ada juga Barong Landung yang lebih lengkap dari yang hanya boleh saja, tetapi ada juga yang memilih peran seperti Mantri, Galuh, Limbur dan sebagainya. Mereka dibeli sebagai anggota dalam pementasan yang membawakan Lakon Arja (terutama didaerah Badung dan Denpasar) dan diiringi dengan gamelan Batel.

11 komentar:

Barong Gajah Tampilan Barong Gajah ini cukup seram karena memiliki taring yang mencuat. Warna Barong Gajah didominasi abu-abu yang...